Fenomena Dominasi Investor yang juga berperan sebagai kontraktor dalam proyek jalan tol di Indonesia telah menjadi sorotan publik. Struktur bisnis yang terintegrasi ini, di satu sisi, diklaim mampu mempercepat pembangunan. Namun, di sisi lain, hal ini menimbulkan pertanyaan besar mengenai pengawasan biaya dan potensi konflik kepentingan yang dapat merugikan negara.
Model Dominasi Investor ini menciptakan situasi di mana pihak yang mendanai proyek juga bertugas melaksanakannya. Meskipun efisiensi waktu mungkin tercapai, mekanisme kontrol biaya menjadi lemah. Tanpa pengawasan independen yang ketat, risiko mark-up atau pembengkakan anggaran menjadi tinggi, yang pada akhirnya ditanggung oleh pengguna jalan melalui tarif tol yang mahal.
Konflik kepentingan yang timbul dari Dominasi Investor adalah inti permasalahan etika. Keputusan yang seharusnya didasarkan pada kualitas dan efisiensi konstruksi bisa bergeser ke arah maksimalisasi keuntungan kontraktor. Pihak yang sama yang menentukan spesifikasi dan biaya proyek adalah pihak yang melakukan pekerjaan, mengurangi objektivitas dalam penilaian mutu.
Dampak Dominasi Investor terhadap infrastruktur bisa dirasakan pengguna jalan. Jika prioritas proyek adalah kecepatan untuk mengklaim keuntungan investasi, kualitas pengerjaan, termasuk pencegahan kemacetan atau pemeliharaan jangka panjang, bisa terabaikan. Hal ini menyebabkan masalah struktural yang berulang dan membutuhkan biaya perbaikan tambahan.
Dari sudut pandang regulasi, Dominasi Investor menantang prinsip tata kelola yang baik (good governance). Pemerintah harus memastikan adanya pemisahan yang jelas antara fungsi pengawasan, investasi, dan eksekusi. Diperlukan Analisis Hukum yang ketat untuk mencegah praktik monopoli atau kartel dalam pengadaan dan konstruksi jalan tol.
Solusi untuk mengatasi masalah Dominasi Investor ini adalah dengan mendorong tender yang lebih transparan dan kompetitif. Fungsi investasi dan konstruksi sebaiknya dipisahkan, sehingga kontraktor dipilih berdasarkan efisiensi dan kualitas teknis terbaik, bukan karena afiliasi modal dengan investor utama.
Masyarakat dan lembaga pengawas perlu menuntut akuntabilitas yang lebih tinggi dari pemegang konsesi jalan tol. Keterbukaan informasi mengenai biaya proyek, sumber pendanaan, dan audit kualitas harus dipublikasikan. Transparansi adalah kunci untuk memastikan infrastruktur publik benar-benar melayani kepentingan rakyat.
Pada akhirnya, jalan tol harus menjadi solusi untuk kemacetan dan pendorong ekonomi, bukan ladang keuntungan bagi segelintir pihak. Mengurai masalah Dominasi Investor adalah langkah esensial untuk membangun infrastruktur yang adil dan berkelanjutan bagi Indonesia.